Download

Ini adalah link Download Laporan K3

Share:

ISO

Organisasi Standar Internasional (ISO) adalah suatu asosiasi global yang terdiri dari badan-badan standardisasi nasional yang beranggotakan tidak kurang dari 140 negara. ISO merupakan suatu organisasi di luar pemerintahan (Non-Government Organization/NGO) yang berdiri sejak tahun 1947. Misi dari ISO adalah untuk mendukung pengembangan standardisasi dan kegiatan-kegiatan terkait lainnya dengan harapan untuk membantu perdagangan internasional, dan juga untuk membantu pengembangan kerjasama secara global di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan kegiatan ekonomi. Kegiatan pokok ISO adalah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan internasional yang kemudian dipublikasikan sebagai standar internasional.
Dengan adanya standar-standar yang belum diharmonisasikan terhadap teknologi yang sama dari beberapa negara atau wilayah yang berbeda, kiranya dapat berakibat timbulnya semacam “technical barriers to trade (TBT)” atau “hambatan teknis perdagangan”. Industri-industri pengekspor telah lama merasakan perlunya persetujuan terhadap standar dunia yang dapat membantu mengatasi hambatan-hambatan tersebut dalam proses perdagangan internasional. Dari timbulnya permasalahan inilah awalnya organisasi ISO didirikan. Standardisasi internasional dibentuk untuk berbagai teknologi yang mencakup berbagai bidang, antara lain bidang informasi dan telekomunikasi, tekstil, pengemasan, distribusi barang, pembangkit energi dan pemanfaatannya, pembuatan kapal, perbankan dan jasa keuangan, dan masih banyak lagi. Hal ini akan terus berkembang untuk kepentingan berbagai sektor kegiatan industri pada masa-masa yang akan datang.

Perkembangan ini diperkirakan semakin pesat antara lain karena hal-hal sebagai berikut :
  • Kemajuan dalam perdagangan bebas di seluruh dunia
  • Penetrasi teknologi antar sektor
  • Sistem komunikasi di seluruh dunia
  • Standar global untuk pengembangan teknologi
  • Pembangunan di negara-negara berkembang
Standardisasi industri adalah suatu kenyataan yang diperlukan di dalam suatu sektor industri tertentu bila mayoritas barang dan jasa yang dihasilkan harus memenuhi suatu standar yang telah dikenal. Standar seperti ini perlu disusun dari kesepakatan-kesepakatan melalui konsensus dari semua pihak yang berperan dalam sektor tersebut, terutama dari pihak produsen, konsumen, dan seringkali juga pihak pemerintah. Mereka menyepakati berbagai spesifikasi dan kriteria untuk diaplikasikan secara konsisten dalam memilih dan mengklasifikasikan barang, sarana produksi, dan persyaratan dari jasa yang ditawarkan. Tujuan penyusunan standar adalah untuk memfasilitasi perdagangan, pertukaran, dan alih teknologi melalui :
  • Peningkatan mutu dan kesesuaian produksi pada tingkat harga yang layak
  • Peningkatan kesehatan, keamanan dan perlindungan lingkungan, dan pengurangan limbah
  • Kesesuaian dan keandalan inter-operasi yang lebih baik dari berbagai komponen untuk menghasilkan barang maupun jasa yang lebih baik
  • Penyederhanaan perancangan produk untuk peningkatan keandalan kegunaan barang dan jasa
  • Peningkatan efisiensi distribusi produk dan kemudahan pemeliharaannya
Pengguna (konsumen) lebih percaya pada barang dan jasa yang telah mendapatkan jaminan sesuai dengan standar internasional. Jaminan terhadap kesesuaian tersebut dapat diperoleh baik dari pernyataan penghasil barang maupun melalui pemeriksaan oleh lembaga independen.
Penerapan ISO di suatu perusahaan berguna untuk:
  • Meningkatkan citra perusahaan
  • Meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan
  • Meningkatkan efisiensi kegiatan
  • Memperbaiki manajemen organisasi dengan menerapkan perencanaan, pelaksanaan, pengukuran dan tindakan perbaikan (plan, do, check, act)
  • Meningkatkan penataan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal pengelolaan lingkungan
  • Mengurangi risiko usaha
  • Meningkatkan daya saing
  • Meningkatkan komunikasi internal dan hubungan baik dengan berbagai pihak yang berkepentingan
  • Mendapat kepercayaan dari konsumen/mitra kerja/pemodal
Macam-macam ISO antara lain:
  1. ISO 9000 tentang Sistem Menagemen Kualitas (Quality Menangement)
  2. ISO 9001 tentang Sytem Jaminan Kualitas dalam desain atau pengembangan produksi, instalasi dan pelayanan
  3. ISO 9002 tentang System Jaminan Kualitas dalam produksi dan instalasi
  4. ISO 9003 tentang Sytem Jaminan Kualitas dalam inspeksi dan pengujian akhir
  5. ISO 14001 tentang Sistem Menagemen Lingkungan
  6. ISO/TS 16949 tentang Sistem Menagemen Industri Otomotif
  7. ISO/IEC 17025 tentang Standar Lembaga Pengujian atau Laboraturium
  8. ISO 22000 tentang Sistem Keamanan Pangan
  9. ISO/IEC 27001 tentang Sistem Menajemen Keamanan Informasi atau Information Security Menagement System (ISMS)
  10. ISO 28000 tentang Sistem Keamanan Rantai Pasokan (Supplay chain)
  11. ISO 31000 tentang Sistem Menagemen Resiko (Risk Menagement)
  12. ISO 50001 tentang Sistem Menagemen Energi

Share:

Perbedaan SMK3 PP50 dengan OHSAS 18001

Di Indonesia dikenal ada 2 Standar Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu SMK3 versi Regulasi Pemerintah yaitu PP 50 Th. 2012 dan OHSAS 18001:2001 standar SMK3 yang dikeluarkan oleh BSI (British Standard Institution)
Dalam artikel ini saya hanya batasi untuk membahas tentang "SERTIFIKASI" nya saja. Dan sebelum membahas perbedaan nya saya coba bahas kesamaan nya dahulu yaitu masa berlaku Sertifikat baik untuk SMK3 PP50/2012 maupun OHSAS 18001:2007 sama-sama berlaku 3 tahun.     

Perbedaannya :
  1. Sertifikasi SMK3 PP50/2012 bersifat WAJIB dan Tidak dilakukan Surveillance Audit (audit pengawasan) setelah audit sertifikasi sedangkan OHSAS sifatnya VOLUNTARY/SUKARELA dan dalam masa berlaku sertifikat 3 Tahun wajib ada suveillance audit minimal 1 tahun sekali wajib artinya pada Regulasi PP 50/2012 Pasal 16 penilaian audit "wajib dilakukan" untuk perusahaan yang berpotensi bahaya tinggi, seperti Perusaaan pertambangan Minyak Gas Bumi serta berdasarkan Permenaker 26/2014 Wajib dilakukan penilaian/audit untuk perusahaan yang dinyatakan sebagai potensi bahaya tinggi berdasarkan hasil pemeriksaan & pengujian dari Pengawas Dinas Tenaga Kerja Setempat
  2. SMK3 PP 50/2012 Penilaian sistem menggunakan kuantitatif sedangkan OHSAS Kualitatif. Kuantitatif artiya ada Nilai Prosentase penerapan berdasarkan hasil audit Tingkat Penerapan = (Kriteria yang di audit - Temuan) / Kriteria yang diaudit. Kriteria yang diaudit bisa 166 (Lanjut), 122 (Menengah) atau 64 (Awal) dikurangi pasal yang tidak berlaku pada organisasi yang diaudit, misal pada perusahaan Manpower Supply yang ruang lingkup auditnya hanya di Office ternyata tidak memiliki Bahan Kimia Berbahaya, maka pasal 9.3 dapat dinyatakan tidak berlaku namun harus dengan persetujuan Auditor SMK3.
  3. SMK3 PP50/2012 Sertifikatnya diterbitkan Kemenaker RI sedangkan OHSAS oleh Badan Sertifikasi.
    • Untuk SMK3 Pemberian Sertifikat hanya dilakukan 1 Tahun Sekali yaitu pada saat penyerahan Penghargaan Zero Accident dari KEMENAKER RI. sehingga Perusahaan setelah proses audit hanya mendapatkan Surat Keterangan Lulus. Dan Khusus bagi penerapan 166 Kriteria selain mendapat Sertifikat perusahaan juga mendapatkan Bendera SMK3 sesuai aturan Permenaker No.26 Tahun 2014. 
    • Untuk OHSAS 18001 setelah dilakukan Audit maka Laporan diajukan ke Head Office dimana Badan sertifikasi berada serta ke Badan Akreditasi dan tidak lama kemusian dikeluarkan Sertifikat kepada Klien.
  4. Dalam SMK3 PP50/2012 Audit pemenuhan regulasi lebih detail sedangkan OHSAS Audit pemenuhan regulasi tergantung dari penilaian Auditor. Yang dimaksud lebih detail adalah pada PP 50/2012 lampiran 3 ada ketentuan kategori Temuan Mayor yang salah 1nya adalah Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Misal : perusahaan dengan jumlah karyawan diatas 500 orang ternyata tidak memiliki klinik perusahaan maka di SMK3 PP50/ 2012 bisa dinyatakan Temuan MAYOR karena tidak memenuhi Permenaker 3/1980 sedangkan di OHSAS 18001:2007 bisa jadi hanya minor.
  5. SMK3 PP50/2012 Auditornya nya ditunjuk oleh Kemenaker RI melalui SKP sedangkan OHSAS ditunjuk oleh Badan Sertifikasi.
  6. SMK3 PP 50/2012 Auditor wajib terdaftar sebagau karyawan lembaga penilaian tidak bisa outsourching sedangkan OHSAS bisa karyawan maupun outourcing
  7. SMK3 PP 50/2012 Audit dilakukan oleh Lembaga Penilaian Audit yang ditunjuk oleh Kemenaker RI dan pedoman audit menggunakan Permenaker 26 2014 sedangkan Audit OHSAS oleh Badan sertifikasi yang pedoman auditnya mengacu ke ISO 19011 (Pedoman Audit)
Share:

Menajemen Bencana

Definisi Bencana

UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.
Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar, yaitu:
  • Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard).
  • Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan fungsi dari masyarakat.
  • Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk mengatasi dengan sumber daya mereka.

Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Bila terjadi hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu, sementara bila kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi bencana. Suatu bencana dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bencana = Bahaya x Kerentanan

Dimana:
  • Bencana ( Disasters ) adalah kerusakan yang serius akibat fenomena alam luar biasa dan/atau disebabkan oleh ulah manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerugian material dan kerusakan lingkungan yang dampaknya melampaui kemampuan masyarakat setempat untuk mengatasinya dan membutuhkan bantuan dari luar.  Disaster terdiri dari 2(dua) komponen yaitu Hazard dan Vulnerability
  • Bahaya ( Hazards ) adalah fenomena alam yang luar biasa yang berpotensi merusak atau mengancam kehidupan manusia, kehilangan harta-benda, kehilangan mata pencaharian, kerusakan lingkungan.  Misal :  tanah longsor, banjir, gempa-bumi, letusan gunung api, kebakaran dll
  • Kerentanan ( Vulnerability ) adalah keadaan atau kondisi yang dapat mengurangi kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi bahaya atau ancaman bencana
  • Risiko ( Kerentanan ) adalah kemungkinan dampak yang merugikan yang diakibatkan oleh hazard dan/atau vulnerability.
Macam-macam bencana dan keadaan darurat antara lain:
  1. Ancaman mendadak, seperti: gempa bumi, tsunami, banjir, badai, gunung meletus, longsor, dan kebakaran
  2. Ancaman pelahan, seperti: kekeringan, kelaparan, kerusakan lingkungan dan kegundulan hutan
  3. Ancaman teknologi, seperti: kecelakaan, tumbahan, kebocoran dan ledakan
  4. Peperangan dan kerusuhan yang mengakibatkan pengungsian
  5. Epidemi, seperti: kolera, cacar, miningritis, penyakit yang ditimbulkan nyamuk, dll
Model Manajemen Bencana

Bencana adalah hasil dari munculnya kejadian luar biasa (hazard) pada komunitas yang rentan (vulnerable) sehingga masyarakat tidak dapat mengatasi berbagai implikasi dari kejadian luar biasa tersebut. Manajemen bencana pada dasarnya berupaya untuk menghindarkan masyarakat dari bencana baik dengan mengurangi kemungkinan munculnya hazard maupun mengatasi kerentanan.

Terdapat lima model manajemen bencana yaitu:
  • Disaster management continuum model.
    Model ini mungkin merupakan model yang paling popular karena terdiri dari tahap-tahap yang jelas sehingga lebih mudah diimplementasikan. Tahap-tahap manajemen bencana di dalam model ini meliputi emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning.

  • Pre-during-post disaster model.
    Model manajemen bencana ini membagi tahap kegiatan di sekitar bencana. Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan sebelum bencana, selama bencana terjadi, dan setelah bencana. Model ini seringkali digabungkan dengan disaster management continuum model.
  • Contract-expand model.
    Model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap yang ada pada manajemen bencana (emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning) semestinya tetap dilaksanakan pada daerah yang rawan bencana. Perbedaan pada kondisi bencana dan tidak bencana adalah pada saat bencana tahap tertentu lebih dikembangkan (emergency dan relief) sementara tahap yang lain seperti rehabilitation, reconstruction, dan mitigation kurang ditekankan.
  • The crunch and release model.
    Manajemen bencana ini menekankan upaya mengurangi kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat tidak rentan maka bencana akan juga kecil kemungkinannya terjadi meski hazard tetap terjadi.
  • Disaster risk reduction framework.
    Model ini menekankan upaya manajemen bencana pada identifikasi risiko bencana baik dalam bentuk kerentanan maupun hazard dan mengembangkan kapasitas untuk mengurangi risiko tersebut.
Terkait dengan manajemen penanggulangan bencana, maka UU No. 24 tahun 2007 menyatakan “Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi”. Rumusan penanggulangan bencana dari UU tersebut mengandung dua pengertian dasar yaitu:
  • Penanggulangan bencana sebagai sebuah rangkaian atau siklus.
  • Penanggulangan bencana dimulai dari penetapan kebijakan pembangunan yang didasari risiko bencana dan diikuti tahap kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 24 tahun 2007 secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
  1. Tanggap Darurat Bencana
    Serangkaian tindakan yang diambil secara cepat menyusul terjadinya suatu peristiwa bencana, termasuk penilaian kerusakan, kebutuhan (damage and needs assessment), penyaluran bantuan darurat, upaya pertolongan, dan pembersihan lokasi bencana. Tujuan :
    • Menyelamatkan kelangsungan kehidupan manusia
    • Mengurangi penderitaan korban bencana
    • Meminimalkan kerugian material
  2. Rehabilitasi
    Serangkaian kegiatan yang dapat membantu korban bencana untuk kembali pada kehidupan normal yang kemudian diintegrasikan kembali pada fungsi-fungsi yang ada di dalam masyarakat.  Termasuk didalamnya adalah penanganan korban bencana yang mengalami trauma psikologis. Misalnya : renovasi atau perbaikan sarana-sarana umum, perumahan dan tempat penampungan sampai dengan penyediaan lapangan kegiatan untuk memulai hidup baru
  3. Rekonstruksi
    Serangkaian kegiatan untuk mengembalikan situasi seperti sebelum terjadinya bencana, termasuk pembangunan infrastruktur, menghidupkan akses sumber-sumber ekonomi, perbaikan lingkungan, pemberdayaan masyarakat; Berorientasi pada pembangunan – tujuan : mengurangi dampak bencana, dan di lain sisi memberikan manfaat secara ekonomis pada masyarakat
  4. Prevensi
    Serangkaian kegiatan yang direkayasa untuk menyediakan sarana yang dapat memberikan perlindungan permanen terhadap dampak peristiwa alam, yaitu rekayasa teknologi dalam pembangunan fisik:
    • Upaya memperlakukan ketentuan-ketentuan (Regulasi) yang memberikan jaminan perlindungan terhadap lingkungan hidup, pembebasan lokasi rawan bencana dari pemukiman penduduk
    • Pembangunan saluran pembuangan lahar
    • Pembangunan kanal pengendali banjir
    • Relokasi penduduk
  5. Kesiapsiagaan Bencana
    Upaya-upaya yang memungkinkan masyarakat (individu, kelompok, organisasi) dapat mengatasi bahaya peristiwa alam, melalui pembentukan struktur dan mekanisme tanggap darurat yang sistematis.

    Tujuan : untuk meminimalkan korban jiwa dan kerusakan sarana-sarana pelayanan umum. Kesiapsiagaan Bencana meliputi : upaya mengurangi tingkat resiko, formulasi Rencana Darurat Bencana (Disasters Plan), pengelolaan sumber-sumber daya masyarakat, pelatihan warga di lokasi rawan bencana
  6. Mitigasi
    Serangkaian tindakan yang dilakukan sejak dari awal untuk menghadapi suatu peristiwa alam – dengan mengurangi atau meminimalkan dampak peristiwa alam tersebut terhadap kelangsungan hidup manusia dan lingkungan hidupnya (struktural).

    Upaya penyadaran masyarakat terhadap potensi dan kerawanan (hazard) lingkungan dimana mereka berada, sehingga mereka dapat mengelola upaya kesiapsiagaan terhadap bencana:
    • Pembangunan dam penahan banjir atau ombak
    • Penanaman pohon bakau
    • Penghijauan hutan
  7. Sistem Peringatan Dini
    Informasi-informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang kapan suatu bahaya peristiwa alam dapat diidentifikasi dan penilaian tentang kemungkinan dampaknya pada suatu wilayah tertentu.
Siklus Menajemen Bencana

Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap meliputi:
  1. Pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini:
    • Pencegahan (prevension)
      Upaya untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan timbulnya suatu ancaman. Misalnya : pembuatan bendungan untuk menghindari terjadinya banjir, biopori, penanaman tanaman keras di lereng bukit untuk menghindari banjir dsb. Namun perlu disadari bahwa pencegahan tidak bisa 100% efektif terhadap sebagian besar bencana.
    • Mitigasi (mitigation)
      Yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman. Misalnya : penataan kembali lahan desa agar terjadinya banjir tidak menimbulkan kerugian besar.
    • Kesiap-siagaan (preparedness)
      Yaitu persiapan rencana untuk bertindak ketika terjadi(atau kemungkinan akan terjadi) bencana. Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam keadaan darurat danidentifikasi atas sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perencanaan ini dapat mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman.
  2. Tanggap Darurat (Emergency Response), saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian;

  3. Pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
    • Pemulihan (recovery)
      Adalah suatu proses yang dilalui agar kebutuhan pokok terpenuhi. Proses recovery terdiri dari
    • Rehabilitasi
      Perbaikan yang dibutuhkan secara langsung yang sifatnya sementara atau berjangka pendek.
    • Rekonstruksi
      Perbaikan yang sifatnya permanen
Kebijakan Manajemen Bencana

Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan manajemen bencana mengalami beberapa perubahan kecenderungan seperti dapat dilihat dalam tabel. Beberapa kecenderungan yang perlu diperhatikan adalah:
  • Konteks politik yang semakin mendorong kebijakan manajemen bencana menjadi tanggung jawab legal.
  • Penekanan yang semakin besar pada peningkatan ketahanan masyarakat atau pengurangan kerentanan.
  • Solusi manajemen bencana ditekankan pada pengorganisasian masyarakat dan proses pembangunan.

Dalam penetapan sebuah kebijakan manajemen bencana, proses yang pada umumnya terjadi terdiri dari beberapa tahap, yaitu penetapan agenda, pengambilan keputusan, formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Di dalam kasus Indonesia, Pemerintah Pusat saat ini berada pada tahap formulasi kebijakan (proses penyusunan beberapa Peraturan Pemerintah sedang berlangsung) dan implementasi kebijakan (BNPB telah dibentuk dan sedang mendorong proses pembentukan BPBD di daerah). Sementara Pemerintah Daerah sedang berada pada tahap penetapan agenda dan pengambilan keputusan. Beberapa daerah yang mengalami bencana besar sudah melangkah lebih jauh pada tahap formulasi kebijakan dan implementasi kebijakan.

Kebijakan manajemen bencana yang ideal selain harus dikembangkan melalui proses yang benar, juga perlu secara jelas menetapkan hal-hal sebagai berikut:
  1. Pembagian tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
  2. Alokasi sumberdaya yang tepat antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta antara berbagai fungsi yang terkait.
  3. Perubahan peraturan dan kelembagaan yang jelas dan tegas.
  4. Mekanisme kerja dan pengaturan antara berbagai portofolio lembaga yang terkait dengan bencana.
Sistem kelembagaan penanggulangan bencana yang dikembangkan di Indonesia dan menjadi salah satu fokus studi bersifat kontekstual. Di daerah terdapat beberapa lembaga dan mekanisme yang sebelumnya sudah ada dan berjalan. Kebijakan kelembagaan yang didesain dari Pemerintah Pusat akan berinteraksi dengan lembaga dan mekanisme yang ada serta secara khusus dengan orang-orang yang selama ini terlibat di dalam kegiatan penanggulangan bencana.

Melalui UU No. 24 tahun 2007, Pemerintah Indonesia telah memulai proses penyusunan kebijakan menajemen bencana. Beberapa PP yang terkait telah dikeluarkan (PP No. 21, 22, 23 tahun 2008), sementara beberapa PP lain sedang dipersiapkan.
Share:

Sistem Menajemen Tanggap Darurat

Keadaan darurat bisa diartikan suatu kejadian yang tidak direncanakan dan tidak diharapkan yang dapat membahayakan jiwa dan kesehatan baik manusia maupun mahluk hidup lain, serta menimbulkan kerusakan pada bangunan, harta benda dan lain-lain. Seseorang yang terkena serangan jantung, stroke atau demam yang tinggi bisa dikategorikan ke dalam keadaan darurat. Demikian juga dengan kecelakaan kerja, kebakaran, peledakan atau pencemaran bahan kimia beracun di tempat kerja adalah beberapa contoh keadaan darurat yang sering terjadi, yang semuanya itu tidak dapat diperkirakan kapan dan di mana akan terjadi.
Yang dapat dikategorikan dalam keadaan darurat (emergency) adalah keadaan-keadaan yang tidak dapat ditangani dengan segera oleh petugas pada  waktu terjadinya insiden, menimbulkan ancaman/keresahan yang selanjutnya dimungkinkan dapat mengakibatkan korban jiwa, menimbulkan kerusakan harta benda dan melukai manusia, menimbulkan kerusakan peralatan yang membahayakan (terjadinya ledakan, kebakaran, dsb), dan berpotensi untuk menimbulkan kerusakan mahluk hidup dan lingkungan luar.
Adapun berdasarkan penyebabnya, keadaan darurat (emergency) dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
  • Bencana alam (natural emergency)
    Natural emergency adalah keadaan darurat yang disebabkan oleh kondisi alam dan diluar kendali manusia, seperti banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, dsb.
  • Karena perbuatan manusia (technological emergency)
    Yang pertama harus diketahui adalah technological emergency terjadi sebagai akibat dari kegagalan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan kerja. Contoh-contoh dari emergency golongan ini yaitu kebakaran, peledakan instalasi peralatan, kebocoran bahan kimia berbahaya, tumpahan bahan-bahan beracun, kebocoran nuklir dan bencana akibat tindakan terorisme. 
Dalam keadaan darurat industri, menurut lokasi terjadinya dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
  1. Local emergency
    Yaitu keadaan darurat yang timbul akibat kejadian yang berdampak pada bagian-bagian tertentu dalam suatu lokasi industri. Dalam hal ini dampak yang ditimbulkan diharapkan dapat dikendalikan oleh petugas setempat, juga diharapkan tidak terjadi penyebaran efek ke lokasi lain. Keadaan darurat ini contohnya adalah kebocoran bahan kimia berbahaya di gudang, kebocoran penutup dan kebocoran-kebocoran kecil lain.
  2. On-site emergency
    Adalah keadaan darurat yang berdampak pada manusia, harta benda dan lingkungan dimana dampak tersebut menyebar ke seluruh bagian lingkungan kerja. Pada keadaan ini fasilitas-fasilitas pelayanan keadaan darurat sangat dibutuhkan. Contoh on-site emergency adalah kebakaran tangki penyimpan bahan kimia mudah terbakar, pecahnya pipa instalasi dalam proses kimia berbahaya, dsb.
  3. Off-site emergency
    Off-site emergency adalah keadaan darurat yang dampaknya dapat menyebar ke seluruh lingkungan kerja dan lingkungan luar. Misalnya pada kasus kebakaran dan peledakan tangki bahan bakar yang berkapasitas besar, kebocoran gas beracun, kecelakaan transportasi bahan-bahan berbahaya, ancaman bom pada instalasi proses kimia berbahaya, dsb. 
  
Tahapan dalam manajemen keadaan darurat adalah:
  • Pencegahan (emergency prevention)
    Merupakan rancangan menajemen keadaan darurat dalam rangka mengambil langkah-langkah mencegah arsip dan informasi dari bencana dengan menggunakan menajemen resiko (resk menagement). Pencegahan akan meliputi kegiatan atau pengukuran yang menggurangi kemungkinan kerugiaan yang akan dialami arsip dan informasi. Kegiatan ini meliputi identifikasi lokasi organisasi yang berisiko, tipe resiko, pemasangan sistem, pemusnahan sistem, pemusnahan faktor peusak arsip.
  • Persiapan (emergency preparation)
    Kegiatan yang mengarah pada tindakan jika akan terjadi bencana dan merupakan tahapan respon atau tanggap dalam keadaan darurat yang meliputi kegiatan pengembangan dan updating rencana menajemen keadaan darurat, test system emergency, pelatihan pegawai dan penyediaan peralatan.
  • Respon/Tindakan (emergency response)
    Kegiatan dalam menghadapi suatu keadaan darurat, yang melibatkan manusia, dana, sarana dalam melindungi dan menyelamatkan organisasi dari kerugian.

  • Pemulihan (emergency recovery)Kegiatan mengumpulkan, memperbaiki semua sumber dan kegiatan setelah terjadi bencana, termasuk pemulihan sistem dan proses organisasi agar normal kembali, penyimpanan arsip/informasi kedalam komputer (dehumidifying) dan mengembalikan arsip vital dari penyimpanan offside.
Elemen sistem tangap darurat antara lain:

  1. Kebijakan menajemen
    Kebijakan sangat penting terhadap penerapan menajemen bencana dilingkungan masing-masing. Semua pihak terkait, bawahan dan anggota pengendalian bencana akan memperoler dukungan nyata dari pimpinan setempat.
     
  2. Identifikasi keadaan darurat
    Resiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kesehatan masyarakat.

    Tanpa mengetahui jenis dan skala bencana yang dihadapi maka upaya penangulangan akan sulit dilakukan dengan baik dan efektif. Setiap organisasi atau kegiatan yang mengandung resiko bencana tinggi wajib melakukan analisis resiko bencana (ARISCANA). Tujuan ARISCANA yaitu: memperoleh informasi dan data mengenai potensi bencana yang mungkin dapat terjadi dilingkungan masing-masing serta potensi atau tingakat resiko atau keparahannya.

    Kemungkinan bencana adalah perkiraan kemungkinan suatu bencana dapat terjadi. Sedangkan keparahan bencana yaitu: perkiraan dampak atau akibat yang ditimbulkan oleh suatu bencana baik terhadap manusia, aset, lingkungan atau sosial.
  3. Perencanaan awal
    Perencanaan awal disusun berdasarkan identifikasi dan penilaian resiko bencana sebelumnya. Perencanaan awal merupakan strategi penanganan bencana, sumber daya yang tersedia dan yang diperlukan. Dalam perencanaan awal akan membantu menajemen dalam merancang sistem menejemen bencana.
  4. Prosedur tanggap darurat
    Prosedur tangap darurat harus disiapkan dan ditetapkan untuk setiap tingkat organisasi baik ditingkat insiden, darurat maupun level korporat/cukup kursial, mencakup aspek teknis dan strategis.
  5. Organisasi tangap darurat
    Unsur komando yang bertanggung jawab mengkordinir seluruh fungsi menajmen bencana yang ditetapkan. Tim inti yang terdiri atas usaha penanggulangan, unsur penyelamatan dan evakuasi, unsur penyelamatan meterial, dan unsur medis. Tim penunjang fungsi logistik, transportasi, keamanan, komunikasi, humas, teknis, unsur lainnya.
  6. Sumberdaya dan sarana
    Sumberdaya manusia, prasarana dan metrial dan sumberdaya finasial.
  7. Pembinaan dan pelatihanPendidikan dan pembinaan dilakukan secara formal maupun informal. Sedangkan pelatihan diperlukan untuk bisa memahami mengenai menajemen resiko bencana, penanganan suatu bencana sesuai jenisnya, pengetahuan umum mengenai bencana untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian.
  8. Komunikasi
    Ada beberapa jenis komunikasi tangap darurat yaitu: komunikasi angota komunitas, komunikasi kepada masyarakat umum, dan kominikasi dengan pihak eksternal maupun internasioanal.
  9. Investigasi dan pelaporanSetiap bencana yang terjadi disuatu daerah harus dilaporkan kepada instansi atau pihak yang ditunjuk, misal BNPB/BNBD. Investigasi dan pelaporan bertujuan mengetahui: Penyebab bencana, Kelemahan dan kelebihan yang terdapat dalam penanganan bencana yang dilakukan, efektifitas organisasi penanganan bencana yang ada, dan langkah perbaikan atau pencegahan supaya terulang suatu bencana.
  10. Inspeksi dan audit
    Inspeksi adalah suatu upaya pemeriksaan rutin atau berkala untuk memeriksa kesiapan penanganan bencana dalam organisasi baik secara teknis maupun non teknis sehingga dapat dilakukan perbaikan segera. Audit yaitu suatu upaya untuk mengevaluasi penerapan menajemen bencana dalam suatu organisasi, apakah sudah sesuai atau telah memenuhi persyratan atau tolak ukur yang ditetapkan.
Keuntungan dari rancangan sistem menajemen tangap darurat yaitu:
  1. Organisasi dapat melakukan kegiatan dengan cepat (quick resumption operation)
  2. Organisasi akan memperbaiki tingkat keselamatan (improve safety)
  3. Organisasi akan melindungi aset vitalnya
  4. Organisasi akan terkurangi biaya asuransi
  5. Organisasi akan memperbaiki tingkat keamanan (improve sacurity)
  6. Organisasi akan mematuhi peraturan
  7. Organisasi akan mengurangi kesalahan karena panik
Rancangan sistem menajemen keadaan darurat merupakan kombinasi antara menajemen kearsipan, sistem informasi, telkomunikasi dan fungsi arsip. Keuntungan sistem menajemen tangap darurat antara lain:
  1. Kegunaan sistem menajemen tangap darurat untuk arsip dan informasi
    • Mengidentifikasi cara preventif menghindarkan musnahnya arsip dan informasi
    • Mengidentifikasi sumber informasi dan arsip organisasi
    • Menyiapkan tindakan yang sistematis terhadap bencana
    • Mengidentifikasi pegawai yang tangap dan perannya terhadap bencana
    • Mengidentifikasi sumber dan sarana untuk pemulihan
    • Melaksanakan pemulihan arsip dan informasi
    • Melaksanakan prioritas pemulihan arsip dan informasi
  2. Tujuan rancangan sistem menajemen tangap darurat untuk arsip dan dokumen
    • Mengidentifikasi dan melindungi arsip vital organisasi
    • Mengurangi resiko akibat bencana, kesalahan manusia, perusakan yang di sengaja, tidak berfungsinya fasilitas dan konsekuensi lain akibat bencana
    • Menjamin organisasi melanjutkan kegiatannya dengan cepat
    • Menjamin organisasi mampu pulih kembali dengan cara merekonstruksi arsip yang tersisa dan melaksanakan pemulihan secara terinci
Share:

Sistem Menajemen Lingkungan

Sistem manajemen lingkungan (SML) adalah sistem manajemen yang berencana, menjadwalkan, menerapkan dan memantau kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Penerapan SML ini memiliki banyak manfaat bagi perusahaan, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Manfaatnya sebagai berikut:
  • Pengurangan pencemaran lingkungan,
  • Peningkatan pada proses efisiensi,
  • Peningkatan pada kinerja manajemen/moral kerja,
  • Peningkatan kepuasan konsumen,
  • Peningkatan pemenuhan peraturan lingkungan, dan
  • Peningkatan penjualan.
 Namun pada penelitian tersebut, tidak disebutkan secara detail besar peningkatan dan juga pengurangan pencemarannya. Sistem manajemen lingkungan di perusahaan dapat disusun berdasarkan sistem manajemen yang telah diterapkan oleh perusahaan itu. Namun dapat pula disusun berbasis pada ISO 14001: 2015. Kelebihan dari menerapkan SML berbasis ISO 14001: 2015 ini adalah sebagai berikut:
  • Penyusunan sistem yang lebih mudah dikarenakan ada guideline standar
  • Diakui dunia internasional
  • Dapat secara mudah diintegrasikan dengan sistem manajemen mutu berbasis ISO 9001: 2015 dan sistem manajemen lainnya
Ketika perusahaan berupaya untuk menerapkan ISO 14001, maka perusahaan tersebut telah memiliki komitmen untuk memperbaiki secara menerus kinerja lingkungannya. Namun, satu hal perlu dingat bahwa ISO 14001 merupakan standar yang memadukan dan menyeimbangkan kepentingan bisnis dengan lingkungan hidup. Sehingga, upaya perbaikan kinerja yang dilakukan oleh perusahaan akan disesuaikan dengan sumberdaya perusahaan, apakah itu sumberdaya manusia, teknis, atau finansial.

Adakalanya, perbaikan kinerja lingkungan tidak dapat dicapai dalam waktu singkat karena keterbatasan finansial. Misalnya, sebuah perusahaan yang proses bisnisnya menimbulkan limbah cair yang mencemari lingkungan berupaya untuk menerapkan ISO 14001 di perusahaannya. Setelah kajian dilakukan, ternyata keterbatasan finansial membuat perusahaan tersebut sukar untuk mengelola limbahnya sehingga mencapai baku mutu limbah cair yang disyaratkan oleh pemerintah. Berdasarkan analisis finansial, ternyata perusahaan tersebut baru akan mampu membangun sistem pengolahan limbah yang memadai kira-kira beberapa tahun ke depan. Sehingga sebelum masa tersebut terlampaui, perusahaan tidak akan pernah memenuhi baku mutu lingkungan. Namun, bila perusahaan tersebut mengembangkan sistem manajemen lingkungan yang memenuhi persyaratan ISO, maka perusahaan tersbut bisa saja memperoleh sertifikat ISO 14001. Perusahaan lain, yang kinerja lingkungannya telah memenuhi baku mutu namun EMS-nya tidak memenuhi persyaratan tidak akan memperoleh sertifikat ISO 14001.
Uraian di atas menunjukkan bahwa pada prinsipnya, penerapan ISO 14001 tidak berarti tercapainya kinerja lingkungan dalam waktu dekat. Sertifikat EMS dapat saja diberikan kepada perusahaan yang masih mengotori lingkungan. Namun, dalam EMS terdapat persyaratan bahwa perusahaan memiliki komitmen untuk melakukan perbaikan secara menerus (continual improvement). Dengan perbaikan secara menerus inilah kinerja lingkungan akan sedikit demi sedikit diperbaiki. Dengan kata lain ISO 14001 bersifat conformance (kesesuaian), bukan performance (kinerja). ISO 14001 merupakan standar lingkungan yang bersifat sukarela (voluntary). Standar ini dapat dipergunakan oleh oleh organisasi/perusahaan yang ingin:
  • Menerapkan, mempertahankan, dan menyempurnakan sistem manajemen lingkungannya
  • Membuktikan kepada pihak lain atas kesesuaian sistem manajemen lingkungannya dengan standar
  • Memperoleh sertifikat
Beberapa manfaat penerapan ISO adalah:
  • Menurunkan potensi dampak terhadap lingkungan
  • Meningkatkan kinerja lingkungan
  • Memperbaiki tingkat pemenuhan (compliance) peraturan
  • Menurunkan resiko pertanggungjawaban lingkungan
  • Sebagai alat promosi untuk menaikkan citra perusahaan
Selain manfaat di atas, perusahaan yang berupaya untuk menerapkan ISO 14001 juga perlu mempersiapkan biaya-biaya yang akan timbul, diantaranya:
  • Waktu staf atau karyawan
  • Penggunaan konsultan
  • Pelatihan
Standar internasional untuk sistem manajemen lingkungan telah diterbitkan pada bulan September 1996, yaitu ISO 14001 dan ISO 14004. Standar ini telah diadopsi oleh pemerintah RI ke dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi SNI-19-14001-1997 dan SNI-19-14001-1997.
Ketika perusahaan beroperasi, maka proses bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tersebut berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap lingkungan, baik dampak positif maupun dampak negatif. Pada prinsipnya dampak yang timbul dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
  • Dampak bio-kimia-fisik (pencemaran air, udara dan kerusakan keanekaragaman hayati/pencemaran air tanah)
  • Dampak sosial
ISO 14001 adalah Sistem manajemen lingkungan yang berisi tentang spesifikasi persyaratan dan panduan untuk penggunaannya. Sedangkan ISO 14004 adalah Sistem manajemen lingklungan yang berisi Panduan-panduan umum mengenai prinsip, sistem dan teknik-teknik pendukung.

Elemen ISO 14001


ISO 14001 dikembangkan dari konsep Total Quality Management (TQM) yang berprinsip pada aktivitas PDCA (Plan – Do – Check – Action), sehingga elemen-elemen utama EMS akan mengikuti prinsip PDCA ini, yang dikembangkan menjadi enam prinsip dasar EMS, yaitu:
  1. Kebijakan (dan komitmen) lingkungan
  2. Perencanaan
  3. Penerapan dan Operasi
  4. Pemeriksaan dan tindakan koreksi
  5. Tinjauan manajemen
  6. Penyempurnaan menerus
 Pada prinsipnya, keenam prinsip ISO 14001 – Environmental Management System diatas dapat dibagi menjadi 17 elemen, yaitu:
  1. Environmental policy (kebijakan lingkungan): Pengembangan sebuah pernyataan komitmen lingkungan dari suatu organisasi. Kebijakan ini akan dipergunakan sebagai kerangka bagi penyusunan rencana lingkungan.
  2. Environmental aspects (aspek lingkungan): Identifikasi aspek lingkungan dari produk, kegiatan, dan jasa suatu perusahaan, untuk kemudian menentukan dampak-dampak penting yang timbul terhadap lingkungan.
  3. Legal and other requirements (persyaratan perundang-undangan dan persyaratan lain): Mengidentifikasi dan mengakses berbagai peraturan dan perundangan yang terkait dengan kegiatan perusahaan.
  4. Objectives and targets (tujuan dan sasaran): Menetapkan tujuan dan sasaran lingkungan, yang terkait dengan kebijakan yang telah dibuat, dampak lingkungan, stakeholders, dan faktor lainnya.
  5. Environmental management program (program manajemen lingkungan): rencana kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran
  6. Structure and responsibility (struktur dan tanggung jawab): Menetapkan peran dan tanggung jawab serta menyediakan sumber daya yang diperlukan
  7. Training awareness and competence (pelatihan, kepedulian, dan kompetensi): Memberikan pelatihan kepada karyawan agar mampu mengemban tanggung jawab lingkungan.
  8. Communication (komunikasi): Menetapkan proses komunikasi internal dan eksternal berkaitan dengan isu lingkungan
  9. EMS Documentation (dokumentasi SML): Memelihara informasi EMS dan sistem dokumentasi lain
  10. Document Control (pengendalian dokumen): Menjamin kefektifan pengelolaan dokumen prosedur dan dokumen lain
  11. Operational Control (pengendalian operasional): Mengidentifikasi, merencanakan dan mengelola operasi dan kegiatan perusahaan agar sejalan dengan kebijakan, tujuan, dan saasaran.
  12. Emergency Preparedness and response (kesiagaan dan tanggap darurat): mengidentifikasi potensi emergency dan mengembangkan prosedur untuk mencegah dan menanggapinya.
  13. Monitoring and measurement (pemantauan dan pengukuran): memantau aktivitas kunci dan melacak kinerjanya
  14. Nonconformance and corrective and preventive action (ketidaksesuaian dan tindakan koreksi dan pencegahan): Mengidentifikasi dan melakukan tindakan koreksi terhadap permasalahan dan mencegah terulang kejadiannya.
  15. Records (rekaman): Memelihara rekaman kinerja SML
  16. EMS audits (audit SML): Melakukan verifikasi secara periodik bahwa SML berjalan dengan baik.
  17. Management Review (pengkajian manajemen): Mengkaji SML secara periodik untuk melihat kemungkinan-kemungkinan peyempurnaan berkelanjutan.
Karakteristik ISO 14001 

Karakteristik ISO 14001 antara lain:
  1. Generik
  2. Dapat diterapkan untuk seluruh tipe dan ukuran organisasi
  3. Mengakomodir beragam kondisi geografis, sosial dan budaya.
  4. Sukarela
  5. Tidak memuat persyaratan kinerja lingkungan (misal, kriteria untuk sarana pengolahan limbah cair)
  6. Sarana untuk secara sistematis mengendalikan dan mencapai organisasi kinerja lingkungan yang dikehendaki.
  7. Memuat kinerja yang fundamental untuk dicapai
  8. Mentaati peraturan perundang-undangan dan ketentuan lingkungan yang relevan; dan
  9. Komitmen untuk terus menerus memperbaiki sejalan dengan kebijakan organisasi.
  10. Dinamis, adaptif terhadap :
    • Perubahan di dalam organisasi : sumberdaya yang digunakan, kegiatan dan proses yang berlangsung.
    • Perubahan diluar organisasi : peraturan, pengetahuan tentang dampak lingkungan dan teknologi.
Pengendalian Dokumen 

Seluruh dokumen SML harus :
  1. Ditempatkan dan dipelihara dengan baik
  2. Jelas terbaca dan dapat diidentifikasi
  3. Diberi tanggal terbit, masa berlaku, dan nomor revisi
  4. Disetujui oleh staf yang bertanggung jawab
  5. Secara periodik diperiksa, direvisi bila diperlukan
  6. Tersedia pada seluruh lokasi kegiatan penting
  7. Dipelihara dalam masa berlaku dan dimusnahkan bila sudah kadaluarsa.
Tingkat pengendalian dokumen SML antara lain:
  • Tingkat 1 : manual,
  • Tingkat 2 : Prosedur
  • Tingkat 3 : Instruksi Kerja
  • Tingkat 4 : Catatan, Formulir, Kartu Kontrol
 Berikut adalah dokumen yang dibutuhkan jika organisasi/perusahaan ingin memenuhi persyaratan dalam klausul ISO 14001:2015.
Dokumen Wajib antara lain:
  1. Lingkup Sistem Manajemen Lingkungan (klausul 4.3)
  2. Kebijakan lingkungan (klausul 5.2)
  3. Kriteria untuk evaluasi aspek lingkungan yang signifikan (klausul 6.1.2)
  4. Aspek lingkungan dengan dampak lingkungan yang terkait (klausul 6.1.2)
  5. Aspek yang lingkungan signifikan (klausul 6.1.2)
  6. Sasaran Lingkungan dan rencana pencapaian (klausul 6.2)
  7. Pengendalian operasional (klausul 8.1)
  8. Kesiapan dan tanggap darurat (klausul 8.2)
Rekaman Wajib antara lain:
  1. Risiko dan Peluang untuk ditangani beserta proses yang diperlukan (klausul 6.1.1)
  2. Rekaman data kepatuhan terhadap perundangan (klausul 6.1.3)
  3. Rekaman data pelatihan, keterampilan, pengalaman dan kualifikasi (klausul 7.2)
  4. Rekaman komunikasi internal / eksternal (klausul 7.4)
  5. Pemantauan dan pengukuran hasil, termasuk rekaman kalibrasi alat yang digunakan (klausul 9.1.1)
  6. Program audit internal (klausul 9.2)
  7. Hasil audit internal (klausul 9.2)
  8. Tinjauan manajemen (klausul 9.3)
  9. Rekaman ketidaksesuaian dan tindakan korektif (klausul 10.2)
Dokumen non-wajib antara lain:
  1. Prosedur untuk menentukan konteks organisasi dan pihak yang berkepentingan (pasal 4.1 dan 4.2)
  2. Daftar Kompetensi karyawan, pelatihan dan Prosedur Kesadaran terkait Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001(klausul 7.2 dan 7.3)
  3. Bukti komunikasi internal ataupun eksternal terkait Sistem Manajemen Lingkungan(klausul 7.4)
  4. Prosedur untuk pengendalian dokumen dan rekaman (klausul 7.5)
  5. Prosedur untuk pemantauan dan pengukuran (4.5.1)
  6. Prosedur untuk Evaluasi Kepatuhan terhadap Perundangan ataupun Persyaratan yang lain (9.1.2)
  7. Prosedur untuk audit internal (klausul 9.2)
  8. Prosedur untuk pengelolaan ketidaksesuaian dan tindakan perbaikan (klausul 10.2)
Share:

Sistem Menajemen K3

Sistem menajemen adalah rangkaian kegiatan yang teratur dan saling berhubungan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan dengan menggunakan manusia dan sumber daya yang ada. Sistem menajemen K3 atau SMK3 adalah bagian dari sistem menajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi prencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi penembangan pencapaian, pengkajian dan pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman.

Jadi SMK3 merupakan rangkaian kegiatan yang teratur dan saling berhubungan secara keseluruhan yang berguna dalam pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja agar dapat menciptakan suasana tempat kerja yang aman. SMK3 dalam pelaksanaanya juga memiliki pola tahapan dalam konsep dasarnya. Pola tahapan pada konsep dasar tersebut disebut "Plan-Do-Check-Action", yang meliputi:
  1. Penetapan kebijikan K3 dan menjalani komitmen terhadap penerapan SMK3
  2. Merencanakan pemunuhan kebijikan, tujuan dan sasaran penerapan SMK3
  3. Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijikan, tujuan dan sasaran
  4. Mengukur dan memantau dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan tundakan pencegahan dan perbaikan.
  5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja K3

Tujuan SMK3 dapat digolongkan meliputi:
  1. Alat ukur kinerja K3 dalam organisasi
    SMK3 digunakan untuk menilai dan mengukur kinerja penerapan K3 dalam organisasi. Dengan membandingkan pencapaian K3 organisasi dengan persyaratan tersebut, organisasi dan mengetahui tingkat pencapaian K3.
  2. Pedoman implementasi K3 dalam organisasi
    SMK3 dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam mengembangkan SMK3. Beberapa bentuk SMK3 yang digunakan sebagai acuan misalnya; ILO OHMS Guidelines, API HSE MS Guidelines, Oil and Gas Produser Forum (OGP) HASEMS Guidelines, ISRS dari DNV dan lainya.
  3. Dasar Penghargaan (awards)
    SMK3 juaga digunakan sebagai dasar untuk pemberian penghargaan K3 atas pencapaian kinerja K3. Penghargan K3 diberikan baik oleh instalasi pemerintah maupun lembaga independent lainnya.
  4. Sertifikasi penerpan K3
    SMK3 juga dapat digunakan untuk sertifikasi penerapan menajemen K3 dalam organisasi. Sertifikat diberikan oleh lembaga sertifikat yang telah diakriditasi oleh suatu badan akriditasi.

Manfaat SMK3 bagi perusahaan  adalah:
  1. Pihak menajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur sistem operasional sebelum timbul ganguan operasional, kecelakaan, insiden dan kerugian-kerugian lainnya
  2. Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3 di perusahaan
  3. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang K3, khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit
  4. Dapat meningkatkan produktifitas kerja 
Penerapan SMK3 bagi dunia industri/usaha memiliki manfaat anatara lain:
  1. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja
  2. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja
  3. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif kerena tenaga kerja merasa aman dalam bekerja
  4. Meningkatkan image merket terhadap perusahaan
  5. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan
  6. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin lama.
Merencanakan SMK3

Dalam SMK3 menurut OHSAS 18001 adalah perencanaan (planning). OHSAS 18001 mewajibkan organisasi untuk membuat prosedur prencanaan yang baik. Tanpa perencanaan, sistem hasil tidak optimal. Perencanaan ini merupakan tidak lanjut dan penjabaran kebijakan K3 yang telah ditetapkan oleh menajemen puncak dengan mempertimbangkan hasil audit yang pernah dilakukan dan masukkan dari berbagai pihak termasuk hasil pengukuran kinerja K3. Hasil dari perencanaan ini selanjutnya menjadi masukkan dalam pelaksanaan dan operasional K3.
Perencanaan K3 yang baik, dimulai dengan melakuakan indentifikasi bahaya, penilaian resiko dan penentuan pengendalian resiko dan penentuan pengendaliannya. Dalam melakukan hal tersebut, harus dipertimbangkan berbagai persyaratan perundangan K3 yang berlaku bagi organisasi serta persyaratan lainnya seperti standar, kode, atau pedoman industri yang terkait atau berlaku bagi organisasi. Dari hasil  perencanaan tersebut, ditetapkan objektif K3 yang akan dicapai serta program kerja untuk mencapai objektif yang telah ditetapkan tersebut.

Penyuluhan K3 kesemua karyawan, pelatihan K3 yang disesuiakan dengan kebutuhan individu dan kelompok didalam organisasi perusahaan. Fungsinya memproses individu dan kelompok didalam organisasi perusahaan. Fungsinya memproses individu dengan prilaku tertentu agar berprilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dari pelatihan. Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku diantarnya:
  1. Pemeriksaan kesehatan petugas (prakarya, berkala, dan khusus)
  2. Penyedian alat pelindung diri dan keselamatan kerja
  3. Penyiapan pedoman pencegahan dan penaggulangan keadaan darurat
  4. Penenempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi kesehatan
  5. Pengobatan pekerja yang menderita sakit
  6. Menciptakan lingkunag kerja yang hygine secara teratur, melalui monitoring lingkunag kerja dari hazard yang ada
  7. Melaksanakan biological monitoring (pemantau biologi)
  8. Melaksanakan surveilas kesehatan pekerja
Penerapan SMK3

Dalam pasal 87 (1):UU No 13 tahun 2003 tentanag ketenagakerjaan dinyatakan bahwa : setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 yang berintegrasi dengan sistem menejemen perusahan. Selanjutnya ketentuan mengenai penerapan SMK3 siatur dalam permanaker RI. No.Per.05/MEN/1996 tentang SMK3 pada pasal 3 (1 dan 2) dinyatakan bahwa setiap perusahan yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti: peledakan, kebakaran, pencemaran lingkunag dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan SMK3.
Dengan demikian kewajiban penerapan SMK3 didasarkan pada dua hal yaitu ukuran besarnya perusahaan dan potensi bahaya yang ditimbulkan. Meskipun perusahan hanya memperkerjakan tenaga kerja kurang dari 100 orang tetapi apabila tingkat resiko bahayanya besar juga berkewajiban menerapkan SMK3 diperusahannya. Berdasarkan hal tersebut maka, penerapan SMK3 bukanlah suka rela (mandatory), tetapi keharusan yang dimandatkan oleh peraturan perundangan (mandatory).

Selanjutnya untuk menerapkan SMK3 seperti yang tertuang dalam pasal 4 permenaker RI. No. Per.05/MEN/1996 beserta pedoman penerapan pada lampiran 1 maka organisasi perusahaan perusahaan diwajibkan untuk melaksanakan 5 ketentuan pokok yaitu:
  1. Menerapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan SMK3
  2. Adanya kebijakan K3 yang dinyatakan secara tertulis dan ditanda tangani oleh perusahan, komitmen dan tekat melaksanakan K3, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh. Didalam membuat kebijakan K3 harus dikonsultasikan dengan pekerja dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok, pelanggan dan kontraktor. Kebijakan perusahan harus selalu ditinjau ulang atau direview untuk peningkatan kinerja K3
  3. Adanya komitmen dari puncak pimpinan (top management) terhadap K3 dengan menyediakan sumber daya yang memedai yang diwujudkan dalam bentuk:
    • Penempatan organisasi K3 pada posisi strategis
    • Penyediaan anggaran biaya, tenaga kerja dan sarana pendukung lannya dalam K3
    • Menempatkan personil dengan tanggung jawab, wewenang dan kewajiban secara jelas dalam menangani K3
    • Perencanaan K3 yang terkordinasi
    • Penilaian kinerja dan tindak lanjut K3
  4. Adanya tinjauan awal (initial review) kondisi K3 diperusahan, yang dilakukan dengan cara:
    • Indentifikasi kondisi yang ada, selanjutnya dibandingkan dengan ketentuan yang berlaku (pedoman SMK3) sebagai bentuk pemenuhan terhadap peraturan perundangan (law enforcement)
    • Indentifikasi sumber bahaya ditempat kerja
    • Penilaian terhadap pemenuhan peraturan perundangan dan standar K3
    • Meninjau sebab akibat kejadian yang membahayakan, kompensasi kecelakaan, dan ganguan yang terjadi
    • Meninjau hasil penilaian K3 sebelumnya
    • Menilai efisiensi dan efeksitifitas sumber daya yang tersedia
  5. Merencanakan pemantauan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan SMK3
  6. Adanya perencanaan tentang indentifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko
  7. Adanya pemahaman terhadap peraturan perundangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan K3
  8. Adanya penetapan tujuan dan sasaran kebijakan perusahaan dalam bidang K3 yang mencakup kriteria kebijakan sebagai berikut dapat diukur, satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian, dan jangka waktu pencapaian
  9. Adanya indikator kinerja K3 yang dapat diukur
  10. Adanya prencanaan awal dan prencanaan kegiatan yang sedang berlangsung
Pelaksanaan SMK3 di Indonesia
Pelaksanaan SMK3 di Indonesia diatur dalam peraturan pemerintah No 50 tahun 2012 tentang pedoman penerapan SMK3, dalam menerapkan SMK3 setiap perusahaan wajib melaksanakan:
  1. Penetapan kebijakan K3
    • Penyusunan kebijakan K3 melalui:
      1. Tinjauan awal kondisi K3
      2. Proses konsultasi antara pengurus dan wakil pekerja/buruh
    • Penetapan kebijakan K3 harus:
      1. Disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan
      2. Tertulis, tertanggal dan ditanda tangani
      3. Secara jelas meyatakan tujuan dan sasaran K3
      4. Secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3
      5. Dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja/buruh, tamu, kontraktor, pemasok, dan pelanggan
      6. Terdokumentasi dan terpelihara dengan baik
      7. Bersifat dinamik
      8. Ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan peraturan perundang-undangan
    • Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap K3 sehingga SMK3 berhasil diterapkan dan dikembangkan
    • Setiap pekerja/buruh dan orang lain yang berada ditempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3
  2. Perencanaan K3
    • Pengusaha menyusun rencana K3 berdasarkan:
      1. Hasil penelaahan awal, hasil ini merupakan tinjaun awal kondisi K3 perusahan yang telah dilakukan pada penyusunan kebijakan
      2. Indentifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko . Indentifikasi potensi bahaya, penilaian resiko harus mempertimbangkan pada saat merumuskan rencana
      3. Peraturan perundang-undangan  dan persyaratan lainnya harus ditetapkan, dipelihara, diinventarisasi dan diidentifikasi oleh perusahan dan disosialisasikan kepada seluruh pekerja/buruh
      4. Sumber daya dimiliki, meliputi tersedianya sumber daya manusia yang kompeten, sarana dan prasarana serta dana
    • Rencana K3 yang disusun oleh perusahaan paling sedikit memuat:
      1. Tujuan dan sasaran
      2. Skala prioritas
      3. Upaya pengendalian bahaya
      4. Penetapan sumber daya
      5. Jangka waktu pelaksanaan
      6. Indikator pencapaian
      7. Sistem pertanggung jawaban
  3. Pelaksanaan rencana K3
    • Penyediaan sumber daya manusia
      1. Prosedur pengadaan sumber daya manusia
      2. Konsultasi, motivasi dan kesadaran
      3. Tanggung jawab dan tanggung gugat
      4. Pelatihan dan kompentasi kerja
    • Penyediakan prasarana dan sarana yang memadai
      1. Organisasi/unit yang bertanggung jawab dibidang K3
      2. Anggaran
      3. Prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta pendokumntasian
      4. Prosedur pelaporan informasi yang terkait harus ditetapkan untuk menjamin bahwa pelaporan yang tepat waktu dan memantau pelaksanaan SMK3 sehingga kinerjanya dapat ditingkatkan
      5. Pendokumentasian kegiatan K3
      6. Instruksi kerja meliputi:
        • Tindakan pengendalian
        • Perancangan dan rekayasa
        • Prosedur dan intruksi kerja
        • Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan
        • Pembelian/pengadaan barang dan jasa
        • Produk akhir
        • Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri
        • Rencana dan pemulihan keadaan darurat
  4. Pemantauan dan evaluasi kinerja
    • Pemeriksaan, pengujian dan pengukuran meliputi:
      1. Personil yang terlibat harus mempunyai pengalaman dan keahlian yang cukup
      2. Catatan pemeriksaan, pengujian dan pengukuran yang sedang berlangsung harus dipelihara dantersedia bagi menajemen, tenaga kerja dan kontraktor kerja tarkait
      3. Peralatan dan metode pengujian yang memadai harus digunakan untuk menjamin telah dipenuhinya standar K3
      4. Tindakan perbaikan harus dilakukan segera pada saat ditemukan ketidaksesuaian terhadap persyaratan K3 dari hasil pemeriksaan, pengujian dan pengukuran
      5. Penyelidikan yang memadai harus dilaksanakan untuk menemukan penyebab permasalahan dari suatu insiden
      6. Hasil temuan harus dianalisis dan ditinjau ulang
    • Audit internal SMK3
  5. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3
    • Perubahan peraturan perundangan-undangan
    • Tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar
    • Perubahan produk dan kegiatan perusahaan
    • Perubahan struktur organisasi perusahaan
    • Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemologi
    • Hasil kajian kecelakaan dan penyakit akibat kerja
    • Adanya pelaporan dan adanya saran dari pekerja/buruh 

Penilaian (Audit) pelaksanaan SMK3 di Indonesia
  1. Kriteria Audit SMK3
    • Pembangunan dan pemeliharaan komitmen
      1. Kebijakan K3
      2. Tanggung jawab dan wewenang untuk bertindak
      3. Tinjauan dan evaluasi
      4. Keterlibatan dan konsultasi dengan tenaga kerja
    • Pembuatan dan pendokumentasian rencana K3
      1. Rencana strategi K3
      2. Manual SMK3
      3. Peraturan perundangan dan persyaratan lain dibidang K3
      4. Informasi K3
    • Pengendalian perancangan dan peninjauan kontrak
      1. Pengenalan perancangan
      2. Peninjauan kontrak
    • Pengendalian dokumen
      1. Persetujuan, pengeluaran dan pengendalian dokumen
      2. Perubahan dan modifikasi dokumen
    • Pembelian dan pengendalian produk
      1. Spesifikasi pembelian barang dan jasa
      2. Kemampuan telusur produk
    • Keamanan bekerja berdasarkan SMK3
      1. Sistem kerja
      2. Pengawasan
      3. Seleksi dan penempatan personil
      4. Area terbatas
      5. Pemeliharaan, perbaikan, dan perubahan sarana produksi
        • Penjadwalan pemeriksaan dan pemeliharaan sarana produksi serta peralatan mencakup vertifikasi alat-alat pengaman serta persyaratan yang ditetapkan oler peraturan perundang-undangan, standar, dan pedoman teknis yang relevan
        • Semua catatan yang memuat sata secara rinci dari kegiatan pemeriksaan, pemeliharaan, perbaikan dan perubahan yang dilakukan atas sarana dan peralatan produksiharus disimpan dan dipelihara
        • Sarana dan peralatan produksi memiliki sertifikat yang masih berlaku sesuai dengan persyaratan peraturan perundang-undangan dan standar
        • Pemeriksaan, pemeliharaan, perawatan, perbaikan dan setiap perubahan harus dilakukan petugas yang berkompeten dan berwenang
        • Terdapat prosedur untuk menjamin bahwa jika terjadi perubahan terhadap sarana dan peralatan produksi, perubahan tersebut harus sesuai dengan persyaratan peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman teknis yang relevan
        • Terdapat prosedur permintaan pemeliharaan sarana dan peralatan produksi dengan kondisi K3 yang tidak memenuhi persyaratan dan perlu segera diperbaiki
        • Terdapat sistem untuk penandaan bagi peralatan yang sudah tidak aman lagi untuk digunakan atau sudah tidak digunakan
        • Apabila diperlukan dilakukan penerapan sistem penguncian pengoperasian (lock out system) untuk mencegah agar sarana produksi tidak dihidupkan sebelu saatnya
        • Terdapat prosedur yang dapat menjamin keselamatan kesehatan tenaga kerja atau orang lain yang berada didekat sarana dan peralatan produksi pada saat proses pemeriksaan, pemeriksaan, perbaikan dan perubahan
        • Terdapat penanggung jawab untuk menyetujui bahwa sarana dan peralatan produksi telah aman digunakan setelah proses pemeliharaan, perawatan, perbaikan atau perubahan
      6. Pelayanan
        • Apabila perusahaan dikontrak untuk menyediakan pelayanan yang tunduk pada standar dan peraturan perundang-undangan mengenai K3, maka perlu disusun prosedur untuk menjamin bahwa pelayanan memenuhi persyaratan
        • Apabila perusahaan diberi pelayanan melalui kontrak dan pelayanan tunduk pada standar dan peraturan perundang-undangan K3, maka perlu disusun prosedur untuk menjamin bahwa pelayanan memenuhi persyaratan
      7. Kesiapan untuk menangani keadaan darurat
        • Keadaan darurat yang potensial didalam dan luar tempat kerja telah diidentifikasi dan prosedur kedaan darurat telah didokumetasikan dan diinformasikanagar diketahui oleh seluruh orang yang ada ditempat kerja
        • Penyediaan alat/sarana dan prosedur keadaan darurat berdasarkan hasil identifikasi dan diuji serta ditinjau secara rutin oleh petugas yang berkompeten dan berwenang
        • Tenaga kerja mendapatkan instruksi dan pelatihan mengenai prosedur keadaan darurat yang sesuai dengan tingakt resiko
        • Petugas penanganan keadaan darurat ditetapkan dan diberikan pelatihan khusus serta diinformasikan kepada seluruh orang yang ada ditempat kerja
        • Instruksi/prosedur keadaan darurat dan hubungan keadaan darurat diperlihatkan secara jelas serta diketahui oleh seluruh tenaga kerja diperusahaan
        • Peralatan dan sistem tanda bahaya keadaan darurat disediakan, diperiksa, diuji dan dipelihara secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman teknis yang relevan
        • Jenis, jumlah, penempatan dan kemudahan untuk mendapatkan alat kedaan darurat telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, standar dan ddinilai oleh petugas yang berkompeten dan berwenang
      8. Pertolangan pertma pada kecelakaan (P3K)
        • Perusahaan telah mengevaluasi alat P3K dan menjamin bahwa sistem P3K yang ada memenuhi peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman teknis
        • Petugas P3K telah dilatih dan ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan
      9. Rencana dan pemulihan keadaan darurat
    • Standar pemantauan
      1. Pemeriksaan bahaya
        • Pemeriksaan/inspeksi terhadap tempat kerja dan cara kerja dilaksanakan secara teratur
        • Pemeriksaan/inspeksi dilaksanakan oleh petugas yang berkompeten dan berwenang yang telah memperoleh pelatihan mengenai identifikasi bahaya
        • Pemeriksaan/inspeksi mencari masukan dari tenaga kerja yang melakukan tugas ditempat yang diperiksa
        • Daftar periksa (check list) tempat kerja telah disusun untuk digunakan pada saat pemeriksaan/inspeksi
        • Laporan pemeriksaan/inspeksi berisi rekomendasi untuk tindakan perbaiakn dan diajukan kepada pengurus dan P2K3 sesuai dengan kebutuhan
        • Penusaha atau pengurus telah menetapkan penanggung jawab ubtuk pelaksanaan tindakan perbaikan dari hasil laporan pemeriksaan/inspeksi
        • Tindakan perbaikan dari hasil laporan pemeriksaan/inspeksi dipantau untuk menentukan efektifitasnya
      2. Pemantauan/pengukuran lingkungan kerja
        • Pemantauan/pengukuran lingkungan kerja dilaksanakan secara teratur dan hasilnya didokumetasikan, dipelihara dan digunakan untuk penilaian dan pengendalian resiko
        • Pemantuan/pengukuran lingkungan kerja meliputi faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikologi
        • Pemantauan/pengukuran lingkungan kerja dilakukan oleh petugas atau pihak yang berkompeten dan berwenang dari dalam dan luar perusahaan
      3. Peralatan pemeriksaan/inspeksi, pengukuran dan pengujian
        • Terdapat proseduryang didokumentasiakan mengenai identifikasi, kalibrasi, pemeliharaan dan penyimpanan untuk alat pemeriksaan, ukur dan uji mengenai K3
        • Alat dipelihara dan dikalibrasi oleh pertugas atau pihak yang berkompeten dan berwenang dari dalam dan luar perusahaan
      4. Pemantauan kesehatan tenaga kerja
        • Dilakukan pemantuan kesehatan tenaga kerja yang bekerja pada tempat kerja yang mengandung potensi bahaya tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
        • Pengusaha atau pengurus telah melaksanakan identifikasi keadaan dimana pemeriksaan kesehatan tenaga kerja perlu dilakukan dan telah melaksankan sistem untuk membantu pemeriksaan ini
        • Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dilakukan oleh dokter pemeriksa yang ditunjuk sesuai peraturan perundang-undangan
        • Perusahaan menyediakan peleayanan kesehatan kerja sesuai peraturan perundang-undangan
        • Catatan mengenai pemantauan kesehatan tenaga kerja dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
    • Pelaporan dan perbaikan kekurangan
      1. Pelaporan bahaya
      2. Pelaporan kecelakaan
      3. Pemeriksaan dan pengkajiaan kecelakaan
        • Tempat kerja/perusahaan mempunyai prosedur pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
        • Pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja dilakukan oleh petugas atau ahli K3 yang ditunjuk sesuai peraturan perundang-undangan atau pihak lain yang berkompeten dan berwenang
        • Laporan pemeriksaan dan pengkajiaan berisi tentang sebab dan akibat serta rekomendasi/saran dan jadwal waktu pelaksanaan usaha perbaikan
        • Penanggung jawab untuk melaksanakan tindakan perbaikan atas laporan pemeriksaan dan pengkajiaan telah ditetapkan
        • Tindakan perbaikan diinformasikan kepada tenaga kerja yang bekerja ditempat terjadinya kecelakaan
        • Pelaksanaan tindakan perbaikan dipantau, didokumentasikan dan diinformasikan keseluruh tenaga kerja
      4. Penanganan masalah
    • Pengeloahan material dan perpindahannya
      1. Penanganan secara manual dan mekanis
        • Terdapat prosedur untuk mengindentifikasi potensi bahaya dan menilai resiko yang berhubungan dengan penanganan secara manual dan mekanis
        • Identifikasi bahaya dan penilaian resiko dilaksanakan oleh petugas yang berkompeten dan berwenang
        • Pengusaha atau pengurus menerapkan dan meninjau cara pengendalian resiko yang berhubungan dengan penanganan secara manual dan mekanis
        • Terdapat prosedur untuk penganan bahan meliputi metode pencegahan terhadap kerusakan, tumpahan dan kebocoran
      2. Sistempengakuatan, penyimpangan dan pembuangan
        • Terdapat prosedur yang menjamin bahwa bahan disimpan dan dipindahkan dengan cara yang aman sesuai denganperaturan perundang-undangan
        • Terdapat prosedur yang menjelaskan persyaratan pengendalian bahan yang dapat rusak atau kadarluasa
        • Terdapat prosedur yang menjamin bahwa bahan dibuang dengan cara yang aman sesuai dengan peraturan perundang-undangan
      3. Pengendalian bahan kimia berbahaya (BKB)
        • Perusahaan telah mendokumentasikan dan menerapkan prosedur mengenai penyimpangan, penanganan, dan pemindahan BKB sesuai dengan persyaratan peraturan perundang-undangan, standar, dan pedoman teknis yang relavan
        • Terdapat lembar data keselamatan BKB (Material Safety Data Sheets) meliputi keterangan mengenai keselamatan bahan sebagaimana diatur pada paraturan perundang-undangan dan dengan mudah didapat diperoleh
        • Terdapat sistem untuk mengidentifikasi dan pemberian label secara jelas pada bahan kimia berbahaya
        • Rambu peringatan bahaya terpasang sesuai dengan persyaratan peraturan perundang-undangan dan standar yang relevan
        • Penanganan BKB dilakukan oleh petugas yang berkompeten dan berwenang
    • Pengumpulan dan penggunaan data
      1. Catatan K3
        • Pengusaha atau pengurus telah mendokumentasikan dan menerapkan prosedur pelaksanaan identifikasi, pengumpulan, pengarsipan, pemeliharaan, penyimpanan dan pergantiaan catatan K3
        • Peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman teknis K3 yang relevan dipelihara pada tempat yang mudah didapat
        • Terdapat prosedur yang menentukan persyaratan untuk menjaga kerahasian catatan
        • Catatan kompensasi kecelakaan dan rehabilitasi kesehatan tenaga kerja dipelihara
      2. Data dan laporan K3
        • Data K3 yang terbaru dikumpulkan dan analisa
        • Laporan rutin kinerja K3 dibuat dan disebarluarkan didalam tempat kerja
    • Pemeriksaan SMK3
      1. Audit internal SMK3 yang terjadwal dilaksanakan untuk memeriksa kesesuaian kegiatan perencanaan dan untuk menentukan efektifitas kegiatan tersebut
      2. Audit internal SMK3 dilakukan oleh petugas yang independen, berkompeten dan wewenang
      3. Laporan audit didistribusikan kepada pengusaha atau pengurus dan petugas lain yang berkepentingan dan dipantau untuk menjamin dilakukannya tindakan perbaikan
    • Pengembangan keterampilan dan kemampuan
      1. Strategi pelatihan
        • Analisis kebutuhan K3 sesuai persyaratan peratutan perundang-undangan telah dilakukan
        • Rencana pelatihan K3 bagi semua tingkatan telah disusun
        • Jenis pelatihan K3 yang dilakukan harus disesuaikan dengan kebutuhan untuk pengendalian potensi bahaya
        • Pelatihan dilakukan oleh orang atau badan yang berkompeten dan berwenang sesuai paraturan perundang-undangan
        • Terdapat fasilitas dan sumber daya memadai untuk pelaksanaan pelatihan yang efektif
        • Pengusaha atau pengurus mendokumentasikan dan menyimpan catatan seluruh pelatihan
        • Program pelatihan ditinjau secara teratur untuk menjamin agar tetap relevan dan efektif
      2. Pelatihan bagi menajemen dan pengawas
        • Anggota menajeman eksekutif dan pengurus berperan serta dalam pelatihan yang mencakup penjelasan tentang kewajiban hukum dan prinsip-prinsip K3
        • Meanjer dan pengawas menerima pelatihan yang sesuai dengan peran dan tanggung jawab mereka
      3. Pelatihan bagi tanaga kerja
        • Pelatihan diberikan kepada semua tenaga kerja termasuk tenaga kerja baru dan yang dipindahkan agar mereka dapat melaksanakan tugasnya secara aman
        • Pelatihan diberikan kepada tenaga kerja apabila ditempat kerjanya terjadi perubahan sarana produksi atau proses
        • Pengusaha atau pengurus memberikan pelatihan untuk pengunjung dan kontraktor
      4. Pelatihan penegnalan dan pelatihan untuk pengunjung dan kontraktor
      5. Pelatihan keahlian khusus
  2. Ketentuan penilaian hasil Audit SMK3
    Penilaian hasil Audit SMK3 terdiri dari:
    • Kategori tingkat awal
      Perusahan yang memunihi 64 kriteria
    • Kategori tingkat transisi
      Perusahaan yang memenuhi 122 kriteria
    • Kategori tingkat lanjutan
      Tingkat penilaian SMK3 ditetapkan sebagai berikut:
      1. Untuk tingkat pencapaian penerapan 0-59% termasuk tingkat penilaian penerapan kurang
      2. Untuk tingkat pencapaian penerapan 60-84% termasuk tingkat penilaian penerapan baik
      3. Untuk tingkat pencapaian penerapan 85-100% termasuk tingkat penilaian penerapan memuaskan
      Selain penilaian terhadap tingkat pencapaian penerapan SMK3,juga dilakukan penilaian terhadap perusahaan berdasarkan kriteria yang menurut sifatnya yaitu:
      1. Kategori kartikal
        Temuan yang mengakibatkan fatality/kematian
      2. Kategori mayor
        • Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
        • Tidak melaksanakan salah satu prinsip SMK3
        • Terdapat temuan minor untuk satu kriteria audit dibeberapa lokasi
      3. Kategori minor
        Ketidakkonsistenan dalam pemenuhan persyaratan peraturan perundang-undangan, standar, pedoman, dan acuan lainnya.
Share:

Postingan Populer

Label

Recent Posts

Label Cloud

K3 (8) Laporan (1) Menajemen (4) Sistem (5)